Kamis, 12 Mei 2011

TUGAS SOFSKILL

Mengatasi Rendahnya Minat Baca di Indonesia

Juni 1, 2007 oleh writingsdy

SETIAP tanggal 17 Mei kita peringati sebagai Hari Buku Nasional. Memang, pamor momentum tersebut kalah jika dibandingkan dengan momentum lainnya, seperti Hari Pendidikan Nasional (2 Mei) atau Hari Kebangkitan Nasional (21 Mei). Itu disebabkan banyak faktor, salah satunya ialah karena buku dan aktivitas yang terkait dengannya, seperti membaca dan menulis, tidak begitu populer di kalangan masyarakat Indonesia. Benarkah?

Semasa penulis duduk di bangku sekolah, ada satu ungkapan menarik yang sering diungkapkan oleh guru-guru. Yaitu, ungkapan “membaca adalah kunci ilmu, sedangkan gudangnya ilmu adalah buku.” Sepintas ungkapan itu sederhana, namun di dalamnya terkandung makna penting. Bahwa membaca (iqra) ternyata merupakan perintah Allah Swt kepada seluruh umat manusia, sebagaimana tertuang dalam QS Al-Alaq [96] ayat 1-5.

Yakni, “Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajarkan (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” Dengan begitu, berkat membaca kelak kita bisa lebih mengenal Allah Swt. Tak hanya itu, kita juga bisa mengenal alam semesta dan diri sendiri.

Nah, bagaimana kondisi minat baca di Indonesia? Dengan berat hati kita katakan, minat baca masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Itu terlihat dari data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2006. Bahwa, masyarakat kita belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber utama mendapatkan informasi. Orang lebih memilih menonton TV (85,9%) dan/atau mendengarkan radio (40,3%) ketimbang membaca koran (23,5%) (www.bps.go.id).

Data lainnya, misalnya International Association for Evaluation of Educational (IEA). Tahun 1992, IAE melakukan riset tentang kemampuan membaca murid-murid sekolah dasar (SD) kelas IV 30 negara di dunia. Kesimpulan dari riset tersebut menyebutkan bahwa Indonesia menempatkan urutan ke-29. Angka-angka itu menggambarkan betapa rendahnya minat baca masyarakat Indonesia, khususnya anak-anak SD.

Padahal, jika dikaitkan dengan perintah Allah Swt di atas, seharusnya bangsa Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam mampu melakukan aktivitas membaca. Apa pasal? Sebab, aktivitas membaca merupakan suatu perintah dari Allah Swt melalui Alquran. Jadi, aktivitas membaca bisa dianggap sebuah kewajiban bagi setiap manusia. Hanya saja, dalam realitasnya aktivitas tersebut tidak gampang diwujudkan.

Ada banyak faktor yang menyebabkan kemampuan membaca anak-anak Indonesia tergolong rendah. Pertama, ketiadaan sarana dan prasarana, khususnya perpustakaan dengan buku-buku yang bermutu dan memadai. Bisa dibayangkan, bagaimana aktivitas membaca anak-anak kita tanpa adanya buku-buku bermutu. Untuk itulah, ketiadaan sarana dan prasarana, khususnya perpustakaan dengan buku-buku bermutu menjadi suatu keniscayaan bagi kita.

Dengan kata lain, ketersediaan bahan bacaan memungkinkan tiap orang dan/atau anak-anak untuk memilih apa yang sesuai dengan minat dan kepentingannya. Dari situlah, tumbuh harapan bahwa masyarakat kita akan semakin mencintai bahan bacaan. Implikasinya, taraf kecerdasan masyarakat akan kian meningkat; dan oleh karena itu isyarat baik bagi sebuah kerja perbaikan mutu perikehidupan suatu masyarakat.

Kedua, banyaknya keluarga di Indonesia yang belum mentradisikan kegiatan membaca. Padahal, jika ingin menciptakan anak-anak yang memiliki pikiran luas dan baik akhlaknya, mau tidak mau kegiatan membaca perlu ditanamkan sejak dini. Bahkan, Fauzil Adhim dalam bukunya Membuat Anak Gila Membaca (2007) mengatakan, bahwa semestinya memperkenalkan membaca kepada anak-anak sejak usia 0-2 tahun. Apa pasal?

Sebab, pada masa 0-2 tahun perkembangan otak anak amat pesat (80% kapasitas otak manusia dibentuk pada periode dua tahun pertama) dan amat reseptif (gampang menyerap apa saja dengan memori yang kuat). Bila sejak usia 0-2 tahun sudah dikenalkan dengan membaca, kelak mereka akan memiliki minat baca yang tinggi. Dalam menyerap informasi baru, mereka akan lebih enjoy membaca buku ketimbang menonton TV atau mendengarkan radio.

Namun, apa sajakah usaha-usaha yang perlu dilakukan guna menumbuhkan minat baca anak-anak sejak dini? Dalam buku Make Everything Well, khusus bab “Menciptakan Keluarga Sukses” (2005), Mustofa W Hasyim menganjurkan agar tiap keluarga memiliki perpustakaan keluarga. Sehingga perpustakaan bisa dijadikan sebagai tempat yang menyenangkan ketika ngumpul bersama istri dan anak-anak.

Di samping itu, orangtua juga perlu menetapkan jam wajib baca. Tiap anggota keluarga, baik orangtua maupun anak-anak diminta untuk mematuhinya. Di tengah kesibukan di luar rumah, semestinya orangtua menyisihkan waktunya untuk membaca buku, atau sekadar menemani anak-anaknya membaca buku. Dengan begitu, anak-anak akan mendapatkan contoh teladan dari kedua orang tuanya secara langsung.

Sedangkan di tingkat sekolah, rendahnya minat baca anak-anak bisa diatasi dengan perbaikan perpustakaan sekolah. Seharusnya, pihak sekolah, khususnya Kepala Sekolah bisa lebih bertanggung jawab atas kondisi perpustakaan yang selama ini cenderung memprihatinkan. Padahal, perpustakaan sekolah merupakan sumber belajar yang sangat penting bagi siswanya. Dengan begitu, masalah rendahnya minat baca akan teratasi.

Selanjutnya, pemerintah daerah dan pusat bisa juga menggalakkan program perpustakaan keliling atau perpustakaan menetap di daerah-daerah. Sementara soal penempatannya, pemerintah bisa berkoordinasi dengan pengelola RT/RW atau pusat-pusat kegiatan masyarakat desa (PKMD). Semakin besar peluang masyarakat untuk membaca melalui fasilitas yang tersebar, semakin besar pula stimulasi membaca sesama warga masyarakat. Semoga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar