Motivasi Untuk Bekerja
Perilaku manusia sebenarnya hanyalah cerminnan yang paling sederhana ,Motivasi dasar mereka agar perilaku manusia sesuai dengan tujuan organisasi,maka harus ada perpaduan antara motivsi akan pemenuhan kebutuhan mereka sendirir dan permintaan organisasi ,apakah pekerjaan sebagai perseorangan yang menciptakan motivasinya sendiri,atau motivasi itu adalah fungsi manajemen? Jawaban terhadap pertanyaan itu tidaklah sederhana ,beberapa penulis memandang motivasi sebagai suatu yang tekandung pada perseorangan.
Pengertian Motivasi
Motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu duna mencapai suatu tujuan,motivasi yang ada pada seseorang aka mewujudkan suatu perilaku yang diarahkan pada tujuan mencapai sasaran kepuasan . jadi motivasi bukanlah sesuatu yang dapat diamati , tetapi adalah hal yang dapat disimpulkan adanya karena sesuatu perilaku yang tampak.
Motivasi merupakan masalah komleks dalam organisasi ,karena kebutuhan dan keinginn setiap anggota organisasi berbeda ,hal ini berbeda karena setiap anggota suatu organisasi adalah”unik”.secara biologis maupun secara psikologis.
Seperti yang telah disebutkan diatas ,motivasi bisa ditimbulkan oleh faktor internal atau eksternal,tergantung dari mana suatu kegiatan dimulai,Motivasi internal berasal dari diri pribadi seseorang dan akan dijelaskan oleh hirarki kebutuhan Maslow dan motif berprestasi McClelland,Motivasi eksternal sebenarnya dibangun diatas motivasi internal dan adanya dalam organisasi sangat tergantung pada anggapan-anggapan dan teknik – teknik yangdipakai oleh pimpinan organisasi atau para manajer dalam memotivasi bawahannya.
Motivasi Internal
Kebutuhan dan keinginan yang ada dalam diri seseorang akan menimbulkan motivasi internalnya , kekuatan ini akan mempengaruhi pikiranya,yang selanjutnya akan mengarahkan perilaku orang tersebut,sebagai contoh, seorang mahasiswa yang ingin memperoleh nilai A dalam ujiannya akan menetukan perilaku dia dalam memenuhi syarat kelulusannya,setelah dia memikirkan dalam – dalam ,perilakunya mungkin akan menjadi mahasiswa yang rajin kuliah ,membuat catatan yang baik,belajar keras,membuat tugas makalah dan sebagainya.tetapi dalam kenyataan tidak semua mahasiswa mempunyai keingiinan yang kuat untuk mencapai nilai A . begitu juga dalam suatu orgnisasi ,setia individu akan mempunyai kebutuhan dan keinginan yang berbeda dan “unik”
Pengolongan motivasi internal yang dapat diterima secara umum belum mendapat kesepakatan para ahli,namun demekian psikolog-psikolog mentetujui bahwa motivasi dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok,yaitu:
a. Motivasi fisiologis , yang merupakan motivasi alamiah ( biologis ) seperti lapar,haus dan seks.
b. Motivasi Psikologis , yang dapat dikelompokkan dalam tiga kategori dasar , yaitu :
• Motivasi kasih sayang ( affectional motivation ), motivasi untuk menciptakan dan memelihara kehangatan ,keharmonisan dan kepuasaan batiniah ( emosional ) dalam berhubungan dengan orang lain.
• Motivasi mempertahankan diri ( ego – defensive motivation ), motivasi untuk melindungi kepribadian ,menghindari luka fisik dan psikologis ,menghidri untuk ditertawakan dan kehilangan muka dan mendapatkan kebangaan diri.
• Motivasi memperkuat diri ( ego – bolstering motivation ) ,motivasi untuk mengembanganlan kepribadian , berprestasi , menaikkan prestasi dan mendapatkan pengakuan orang lain ,memuaskan diri dengan penguasaanya terhadap orang lain.
Motivasi Eksternal
Teori motivasi eksternal tidak mengabaikan teori motivasi internal ,tetapi justru mengembangkanya ,teori motivasi eksternal menjelaskan kekuatan-kekuatan yang ada didalam individu yang mempengaruhi faktor-faktor itern yang dikendalikan oleh manajer , yaitu meliputi suasana kerja seperti gaji ,kondisi kerja ,dan kebijaksanaan perusahaan ,dan hubungan kerja seperti penghargaan ,kenaikan pangkat dan tanggung jawab.
Seorang manajer dapat mempergunakan motivasi eksternal yang positif ataupun negatif ,motivasi positif memberikan penghargaan untuk pelaksanaan kerja yang baik ,motivasi negatif memperlakukan hukuman bila pekerjaanya jelek .
Teori X dan Teori McGregor
Teori motivasi yang mengabungkan motivasi internal dan eksternal dikembangkan oleh Douglas McGregor.McGregor, seorang psikolog sosial amerika ,dalam proyek risetnya yang meneliti tentang motivasi dan perilaku umum para anggota organisasi telah merumuskan perbedaan dua teori dasar mengenai perilaku manusia,Kedua teori itu disebutnya dengan nama teori X dan teori Y.
Anggapan –angapan teori adalah:
1. Usaha phisik dan mental yang dilakukan manusia dalam berkerja adalah kodrat manusia ,sama halnya dengan bermain atau beristirahat,
2. Rata-rata manusia bersedia belajar,dalam kondisi yang layak ,tidak hanya menerima tetapi mencari tanggung jawab.
3. Ada kemampuan yang besar dalam kecerdikan ,kreativitas dan daya imajinasi untuk memecahkan masalah-masalah organisasi yang secar luas tersebar pada seluruh karyawan.
4. Pengendalian ekstern dan hukuman bukan satu-satunya cara untuk mengarahkan usahab pencapaian tujan organisasi.
5. Ketertarikan pada tujuan organisasi adalah fungsi penghargaan yang diterima karena prestasinya dalam pencapaian tujuan itu.
6. Organisasi seharusnya memberikan kemungkinan orang untuk mewujudkan potensinya ,dan tidak hanya digunakan sebagian.
Anggapan-anggapan teori Y ini dapat lebih mengarahkan tercapainya motivasi yang lebih tinggi dan menaikkan terpenuhinya kebutuhan individu dan tujuan organisasi.
PENDEKATAN-PENDEKATAN TERHADAP MOTIVASI
Pendekatan Hubungan Manusiawi Tradisional
Motivasi dapat dipandang sebagai proses psikologis dasar yang terdiri atas berbagai kebutuhan ,dorongan dan tujuan ,pendekatan hubungan manusiawi tradisional pada umumnya tidak menyadari pentingnya proses psikologis ini, tersebut terutama didasarkan atas tiga asumsi berikut ini.
1. Personalia terutama dimotivasi secara ekonomis dan perasaan aman serta kondisi kerja yang lebih baik.
2. Pemenuhan ketiga hal itu akan mempunyai pengaruh positif pada semangat kerja mereka .
3. Ada korelasi positif antar semangat kerja dan produktivitas.
Dengan ketiga asumsi ini ,maslah motivasional yang dihadapi manajemen relatif mudah dipecahkan dan diselesaikan .semua hal yang harus dilakukan manajemen menyangkut rencana-rencana insentif moneter,jaminan keamanan ,dan pengaturan kondisi kerja secara baik.
Dalam kenyataanya ,pendekatan hubungan manusiawi tradisional tidak berjalan sepenuhnya dalam praktek .telah terbukti bahwa pendekatan ini terlalu sederhana untuk dapat memecahkan masalah-masalah motivasional kompleks yang dihadapi manajemen.
Pendekatan Modern
Teori – teori motivasi bermaksud untuk menentukan apa yang memotivasi orang-orang dalam pekerjaan mereka ,pada permulaanya banyak ahli berpendapat hanya uang yang memotivasi mereka (manajemen ilmiah ),dan kemudian dirasa juga kondisi kerja ,keamanan,dan barang kali gaya supervisi demokratis ( hubungan manusiawi ).motivasi telah dipandang lebih dalam lagi dan dikenal apa yang disebut motif-motif dengan “tingkatan lebih tinggi” seperti kebutuhan akan penghargaan dan aktualisasi diri ( maslow ).serta tanggung jawab ,pengakuan ,prestasi dan pertumbuhan,untuk memahami apa yang memotivasi orang – orang untuk berkerja .
Teori Motivasi Berprestasi McClelland
Konsep penting teori motivasi lainya yang didasrkan pad kekuatan yang ada dalam diri manusia adalah motivasi prestasi ( achievenment motivation ) ,david McClelland melalui riset empiris telah menemukan bahwa para usahawan ,ilmuwan dan ahli mempunyai tingkat motivasi prestasi diatas rata-rata ,
Menurut McClelland ,seseorang dianggap mempunyai motivasi prestasi yang tinggi ,apabila mempunyai keinginan untuk berprestasi lebih baik daripada yang lain dalam banyak situasi ,Mcclelland memusatkan perhatiannya pada tiga kebutuhan manusia yaitu ; Prestasi ( need for achievement ), Afiliasi ( need for affiliation ) , dan kekuasaan ( need for power ),karena ketiga kebutuhan ini telah terbukti merupakan unsur – unsur penting yang ikut menentukan prestasi pribadi dalam berbagai situasi kerja dan cara hidup .
Karakteristik ketiga kebutuhan penting tersebut dapat dilihat pada uraian dibawah ini :
1. Kebutuhan Prestasi , tercermin pada keinginan dia mengambil tugas yang dia dapat bertanggung jawab secara pribadi atas perbuatan-perbuatanya,dia menentukan tujuan yang wajar dengan memperhitungkan resiko – resikonya ,dia ingin mendapatkan umpan balik atas perbuatan-perbuatanya ,dan dia berusaha melakukan segala sesuatu secara kreatif inovatif.
2. Kebutuhan Afiliasi,kebutuhan ini ditunjukkan adanya keinginan untuk bersahabat ,dimana dia lebih mementingkan aspek-aspek antar pribadi pekerjaanya mdia lebih mementingkan aspek-aspek antar pribadi pekerjaanya ,dia lebih senang bekerja bersama,senang bergaul,dia berusaha mendapat persetujuan dari orang lain.
3. Kebutuhan Kekuasaan ,kebutuhan ini tercermin pada seseorang yang ingin mempunyai pengaruh atas orang – orang lain ,dia peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi suatu kelompok atau organisasi ,dan memasuki organisasi – organisasi yang mempunyai prestasi ,dia aktif menjalankan “policy” sesuatu organisasi dimana dia menjadi anggota ,dia mencoba menguasai orang lain dengan mengatur perilakunya dan membuat orang lain terkesan padanya ,serta selalu menjaga reputasi dan kedudukanya.
Teori Mcclelland ini sangat penting dalam mempelajari motivasi , karena motivasi prestasi dapat diajarkan untuk mencapai sukses kelompok atau organisasi .penelitian Mcclelland menunjukkan bahwa motivasi prestasi dapat diperoleh melalui latihan dengan mengajarkan seseorang untuk berpikir dan berbuat dengan motivasi prestasi.
Teori Motivasi Dua- faktor Herzberg
Frederick Herzberg dan kelompoknya ,suatu tim dari “Psylogical Service Pittsburgh “ memperluas hasil karya maslow dan mengembangkan suatu teori isi motivasi kerja khusus , dalam tahun 1950-an ,dia melakukan suatu studi motivasional melalui wawncara dengan sekitar dua ratus akuntan dan insiyur yang berkerja didaerah Pittsburgh.
Teori Herzberg berhubungan erat dengan hirarki kebutuhan Maslow ,faktor – faktor higienis ,seperti isltilah medis ,adalah, bersifat preventiv dan merupakan faktor lingkungan dan secara kasar ekuivalen dengan kebutuhan – kebutuhan tingkat bawah Maslow,faktor – faktor higienis ini bukan sebagai sumber kepuasan kerja tetapi justru sebaliknya sebagai sumber ketidak puasan kerja faktor – faktor tersebut adalah kondisi kerja,hubungan antar pribadi (terutama dengan mandor ) ,gaji dan sebagainya perbaikan terhadap faktor-faktor higienis akan mencegah ,mengurangi atau menghilangkan ketidakuasan kerja.
Faktor – faktor Higienis Motivators
• Kebijaksanaan dan adminitrasi perusahaan • Prestasi
• Pengawasan ,teknis • Pengakuan ,Penghargaan
• Gaji • Pekerjaan itu sendiri
• Hubungan – hubungan antar pribadi ,penyalia (mandor) • Tanggung jawab
• Kondisi kerja • Promosi ( kenaikan pangkat )
Jadi secara singkat ,penemuan penelitian Herzberg dan kawan – kawannya adalah bahwa faktor higienis ( atau sering disebut juga faktor ektrinsik ) mempengaruhi ketidakpuasan kerja,faktor higienis membantu individu untuk menghilangkan ketidaksenangan ,sedangkan motivasi membuat individu senang dengan perkerjaanya.manajer seharusnya memahami faktor – faktor apa yang menyebabkan karyawanya senang dan tidak senang.
Hubungan Antara Teori-Teori Maslow,Herzberg,dan McGregor
Teori-Teori Maslow ,McGregor dan Herzberg tampaknya memang mempergunakan pendekatan dengan pandangan yang berbeda dalam meneliti motivasi , tetapi bila teori-teori ini dibandingkan ,dapat dilihat bahwa mereka menekankan sesuatu yang mempunyai hubungan yang mirip satu sama lain ,maslow menyebutkan tingkat kebutuhan yang lebih tinggi sebagai kekuatan yang lebih tinggi sebagai kekuatan yang memotivasi pekerja.
Seseorang manajer dapat memilih antara tingkat kebutuhan yang lebih tinggi atas dasar teori maslow ,motivasi-motivasi menurut Herzberg atau anggapan-anggapan teori Y yang dikemukakan oleh McGregor untuk memotivasi karyawanya ,semuanya mempunyai hubungan bidang yang sama.
Teori-Teori Proses Motivasi Kerja
Model model iini bermaksud untuk mengindentifikasi apa yang memotivasi orang-orang pada pekerjaan ; model-model tersebut mencoba untuk menjelaskan hubungan – hubungan perilaku yang termotivasi ,teori – teori proses , dipihak lain ,lebih bersangkut paut dengan pengidentifikasian variabel-variabel yang menjadi motivasi dan bagaimana mereka berhubungan satu dengan yang lain ,seperti ditujukan gambar 11-1 ,model – model pengharapan memberikan kontribusi paling besar untuk memahami proses kognitif yang terlibat dalam motivasi kerja .
Teori Pengharapan Vroom
Teori pengharapan berakar pada konsep-konsep kognitif yang dikemukakan oleh para psikolog , terutama Kurt Lewin dan Edward Tolmani , bagaimanapun juga , orang pertama yang merumuskan teori pengharapan motivasi kerja adalah Victor Vroom ,dalam tahun 1984 .Vroom mengemukakan teori pengharapanya sebagai suatu alternatif terhadap model-model isi ,yang dirasa tidak memberikan penjelasan yang memadai tentang kekompleksan proses motivasi kerja , paling tidak dalam lingkungan akademik ,teorinya telah menjadi dasar bagi banyak teori proses modern dan bagi dasar teoritis penelitian hubungan prestasi – kepuasan kerja.
Vroom mengartikan “nilai”sebagai kekuatan prefensi individual untuk suatu hasil tertentu ,istilah-istilah lain yang dapat mengantikan adalah insentif,sikap ,dan kegunaan yang diharapkan ,suatu nilai nol terjadi bila individu bersikap tidak berbeda terhadap hasil ,Nilai adalah negatif bila individu lebih menyukai tidak mendapatkan hasil dibanding mendapatkanya ,Nilai adalah Positif bila individu lebih menyukai memperoleh hasil daripada tidak memperolehnya.
Variabel pokok lain disamping nilai dalam model proses motivasional Vroom adalah penghargaan (expectancy),pengharapan merupakan probabilitas (dari 0 sampai 1 ) bahwa suatu kegiatan atau usaha tertentu akan mengarahkan ke hasil tingkatan pertama tertentu,jadi secara rignkas ,kekuatan ( dorongan ) motivasi untuk melaksanakan kegiatan tertentu akan tergantung pada penjumlahan aljabar hasil kali antara nilai-nilai untuk berbagai hasil dengan pengharapan-pengharapan.
Model Porter Dan Lawler
Model Porter dan Lawler merupakan model pengharapan yang mulai dengan pengertian bahwa motivasi ( usaha atau dorongan ) tidak sama dengan kepuasan dan atau prestasi kerja ,motivasi kepuasan dan prestasi kerja adalah variabel – variabel terpisah dan berhubungan dengan cara yang lain ,satu hal penting dalam model Porter dan Lawler adalah apa yang terjadi setelah prestasi kerja , penghargaan-penghargaan yang mengikuti dan bagaimana hal ini diterima akan menetukan kepuasan,jadi,model Porter dan Lawler menunjukkan bahwa berlawanan dengan pemikiran tradisonal – prestasi kerja menyebabkan kepuasan.
Secara teoritik , model pengharapan Porter Lawler berjalan sebagai berikut ( menurut nomer dalam gambar 11-6 ) 1. nilai penghargaan yang diharapkan orang dikombinasikan dengan. 2 .persepsi orang tersebut tentang usaha yang mencakup dan probablitas – pencapaian penghargaan untuk menimbulkan . 3. Suatu tingkat usaha tertentu yang dikombinasikan dengan . 4. Kemampuan dan sifat-sifat dan .5. persepsinya mengenai kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai. 6.tingkat prestasi yang diisyaratkan untuk memperoleh penghargaan – penghargaan intrinsik yang melekat pada penyelesaian tugas. 7. Dan penghargaan – penghargaan ekstinsik-ekstrinsik dari manajemen bagi pencapaian prestasi yang diingikan .8 . persepsi individu mengenai “Keadilan” atas penghargaan-penghargaan ekstrinsik yang diterima , ditambah perasaan yang dihasilkan dari prestasinya . 9 . tingkat kepuasan yang dialami orang tersebut ,pengalaman ini kemudian akan diterapkan pada penilaian individu dimasa mendatang terhadap nilai penghargaan , dan oleh karena itu akan mempengaruhi prestasi kerja dan kepuasan diwaktu yang akan datang.
Teori Keadilan Motivasi Kerja
Teori keadilan merupakan suatu konsep tentang motivasi yang dihasilkan dari berbagai penelitian,teori ini menyatakan bahwa masukkan utama kedalam prestasi dan kepuasan kerja adalah derajat keadilan ( atau ketidak keadilan ) yang diterima orang (karyawan ) dalam situasi kerjanya.dengan mengunakkan terminologi “orang” setipa individu untuk siapa keadilan atau ketidak keadilan adan dan “orang lain” setiap individu dengan siapa orang berada dalam suatu hubungan pertukaran yang relevan atau dengan siapa orang membandigkan dirinya ,Adam mengemukkan bahwa “ketidakadilan” menimpa seseorang kapan saja dia menerima rasio hasilnya terhadap masukkan dan rasio orang lain dengan masukkan orang lain adalah tidak sama.
Secara skematis keadilan terjadi bila
Hasil-hasil seseorang < Hasil – hasil orang lain
Masukkan – masukkan orang lain Masukkan orang lain
Hasil-hasil seseorang > Hasil-hasil orang lain
Masukkan – masukkan seseorang Masukkan
atau
Hasil – hasil seseorang > Hasil-hasil orang lain
Masukkan – masukkan seseorang Masukkan – masukkan orang lain
Dan keadilan terjadi bila
Hasil-hasil seseorang = Hasil – hasil orang lain
Masukkan – masukkan orang lain Masukkan – masukkan orang lain
Baik masukkan – masukkan dan keluaran – keluaran seseorang dan orang lain didasarkan pada persepsi mereka ,beberapa contoh variabel masukkan yang mereka berikan pada pekerjaan sebagai variabel – variabel perbandingan antara lain umur , jenis kelamin ,pendidiksn,status sosial ,posisi organisasional,kualifikasi , pengalaman dan seberapa keras orang bekerja.
Bila rasio yang diterima orang tidak sama dengan orang lain dia akan berusaha keras memperbaiki rasio agar diperoleh kedilan”Perjuangan” untuk memperbaiki keadilan ini digunakan sebagai penjelasan motivasi kerja , kekuatan motivasi ini ada dalam proposisi langsung terhadap adanya ketidakkeadilan yang diterima,Adams menyatakan bahwa motivasi tersebut mungkin ditunjukkan dalam beberapa bentuk ,antara lain dengan menurunkan prestasi atau prokdivitas ,minta berhenti mogok,mempengaruhi orang lain ,dan mengurangi tangung jawab ,manajer penting mengetahui apakah ketidakadilan dirasakan.
KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI
Sebutan “Pemimpim” dan “manajer” tidak lah perlu dicampur adukkan karena kepemimpinan adalah bagian tersendiri dari manajemen ,manajer malaksanakan fungsi-fungsi penciptaan , perencanaan , pengorganisasian , memotivasi,komunikasi dan pengendalian
( pengawasan ) , termasuk dalam fungsi – fungsi itu adalah perlunya memimpin dan mengarahkan ,bagaimana juga , kemampuan seseorang manajer untuk memipmpin secar efektif akan mempengaruhi kemampuanya untuk mengelola .
Pentingya Kepemimpina Dalam Organisai
Kepemimpina yang efektif harus memberikan pengarahan terhadap usaha- usaha semua pekerja dalam mencapai tujuan – tujuan organisasi ,tanpa kepemimpina atau bimbingan , hubungan antar tujuan perseorangan dan tujuan organisasi mungkin menjadi rengang ( lemah ) keadaan ini menimbulkan situasi dimana perseorangan bekerja untuk mencapai tujuan pribadinya , sementara itu keseluruhan organisasi menjadi tidak efesien dalam pencapaian sasaranya-sasaranya.
Oleh karena itu , kepemimpina sangat diperlukan bila suatu organisasi ingin sukses , terlebih lagi pekerja-pekerja yang baik selalu ingin tahu bagaimana mereka dapat menyumbang dalam pencapaian tujuan organisasi ,dan paling tidak , gairah para pekerja memerlukan kepemimpinan sebagai dasar motivasi eksternal untuk menjaga tujuan-yujuan nereka tetap harmonis dengan tujuan organisasi.jadi organisasi perusahaan yang berhasil memiliki suatu sifat umum yang menyebabkan organisasi tersebut dapat membedakan dengan orgnaisasi yang tidak berhasil ,sifat dan ciri umum tersebut adalah kepemimpinan yang efektif.
TEORI – TEORI KEPEMIMPINAN
Latar Belakang Dan Studi – Studi Klasik Kepemimpinan
Kesuksean dan kegagalan suatu organisasi selalu dihubungak ndengan kepemimpinan ,namun sebenarnya kepemimpinan itu sendiri masih merupakan suatu konsep yang sulit diterangkan atau sebuah “kotak hitam” (black box) yang sangat indah ,banyak penelitian dan studi yang telah dilakukan untuk mengukapkanya tiga terpenting antaranya.
1. Studi Lippit dan White. Studi yang dilalukan oleh Ronald Lippit dan Ralph K.White pada akhir tahun 1930 – an ini dilalukan terhadap berbagai kelompok hoby anak- anak ysng berumur sepuluh tahun .masing – masing kelompok dipimpin oleh pemimpin yang memounyai gaya
( style ) yang berbeda – beda , yaitu oteriter ( otokratis ) demokratis atau walaupun penelitian ini tidak memasukkan banyak variabel tetapi telah telah menemukan bahwa perbedaan gaya kepemimpinan telah menimbulkan reaksi dan hasil yang berbeda pula.
2. Studi Ohio State. Biro penelitian bisnis dan Ohio State University mencoba menganalisa bermacam – macam dimensi perilaku pemimpin yang efektif dalam berbagai kelompok dan situasi penelitian ini mengunakkan kuisoner dekskripsi perilaku pemimpin ( Leader Behavior Description Questioner – LBDQ ) dan dengan memberikan berbagai macam situasi kepemimpina hasilnya telah ditemukan dua dimensi utama yang selalu muncul , yaitu perhatian ( Consideration ) dan struktur pengambilan inisiatif ( Initiating Structure ) faktor Consideration mengambarkan hubungan yang hangat antara seseorang atasan dan bawahan , adanya saling percaya , kekeluargaan dan penghargaan terhadap gagasan bawahan ,Initlating Structure menjelaskan bahwa seseorang pemimpin mengatur dan menentukan hubunganya dengan bawahan.
3. Studi Early Michigan .studi ini dilakukan oleh pusat penelitian Survei University Of Michigan pada tahun 1947. Studi ini bertujuan untuk menentukan prinsip-prinsip yang mempengaruhi produktivitas kelompok kerja dan kepuasan para anggota kelompok kerja atas dasar partisifasi yang mereka berikan.
Dua belas pasangan dengan prokdutivitas tinggi dan rendah dipilih untuk diuji .wawancara bebas dilakukan terhadap 24 mandor seksi dan 419 pekerja admitrasi hasilnya menunjukkan bahwa para mandor yang bekerja seksi “high producing “ lebih menyukai .
a. Untuk menerima pengendalian yang lebih bersifat umum daripada khusus.
b. Sejumlah wewenang dan tanggung jawab yang mereka punyai dalam pekerjaannya.
c. Mempergunakan waktunya untuk pengendalian.
d. Memberikan pengendalian lebih umum kepada para karyawanya daripada yang khusus.
e. Orientasi lebih pada karyawan daripada orientasi pada produksi.
Sedangkan bagi para mandor yang bekerja pada seksi “Low Producing”mempunysi ciri-ciri dan teknik-teknik yang berlawanan ,yaitu pengendalian khusus dan orientasi pada produksi ,penemusn lain yang penting ,tetapi kadang-kadang diabaikan adalah bahwa kepuasan karyawan tidak berhubungan secara langsung dengan produktivitas.
Ketiga studi tersebut merupakan studi terpenting tentang kepemimpinan dalam mempelajari perilaku orgsnisasi ,sebelum mencoba untuk menganalisa kedudukan kepemimpinan suatu organisasi ,kita perlu menelusuri perkembangan teori kepemimpinan terlebih dahulu.
Teori Sifat Kepemimpinan
Analisa ilmiah tentang kepemimpinan mulai dengan memusatkan prhatian pada para pada para –para pemimpin itu sendiri ,pertanyaan penting yang coba dijawab pendekatan teoritik ini adalah ,apa ciri – ciri atau sifat sifat yang membuat seseorang menjadi sesorang pemimpin .jaman kerajaan yunani dan Romaei mengemukakan bahwa pemimpin itu dilahirkan bukan dibuat .teori ini ,sering disebut juga teori “great man”,lebih lanjut menyatakan bahwa seseorang itu dilahirkan membawa atau tidak membawa ciri-ciri atau sifat-sifat yang diperlukan bagi seseorang pemimpin atau dengan kata lain ,individu yang lahir telah membawa ciri-ciri tertentu yang memungkinkan dia dapat seseorang pemimpin.
Kepemimpinan adalah suatu fungsi kualitas sesorang individu bukan fungsi situasi ,teknologi atau dukungan masyarakat hal ini mengandung pengertian dasar bahwa penelitian-penelitian kepemimpinan selalu condong menyatakan bahwa individu merupakan sumber kegiatan-kegiatanya.
Keith Davis mengiktiasrkan ada 4 ciri utama yang mempunyai penhgaruh terhadap kesuksesan kepemimpinan dalam organisasi
1. Kecerdasan ( intellegence ),Penelitian – penelitian pada umumnya menunjukkan bahwa seseorang pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi daripada pengiktunys ,tetapi tidak sangat berbeda.
2. Kedewasaan Sosial dan Hubungan Sosial Yang Luas ( Social Maturity and Breadh ) ,Pemimpin cenderung mempunyai emosi yang stabil dewasa atau matang ,serta mempunyai kegiatan – kegiatan dan perhatian yang luas.
3. Motivasi Diri dan Dorongan Berprestasi,Pemimpin secara relatif mempunyai motivadi dan dorongan berprestasi yang tinggi ,mereka berkerja keras lebih untuk nilai intrinsik daripada ekstrinsik.
4. Sikap-Sikap Hubungan Manusiawi,Seseorang pemimpin yang sukses akan mengakui harga diri dan martabat pengiktu-pengikutnya ,mempunyai perhatian yang tinggi dan berorintasi pada karyawan.
Ciri-ciri yang dikemukan Davsi Diatas hanyalah salah satu daftar di antara banyak kemungkinan sifat – sifat penting kepemimpinan organissional ,meskipun seseorang dapar memperoleh data-data riset untuk mendukung sifat –sifat pada daftar Davis atau ahli lain,sampai sekarang tidakn ada yang komklusif.
Teori Kelompok
Teori kelompok dalam kepimimpinan (group theory of leader ship ) dikembangkan atas dasar ilmu psikologi sosial,teori ini menyatakan bahwa untuk pencapaian tujuan-tujuan kelompok harus ada pertukaran yang positif antara pemimpin dan bawahanya ,hal ini tampak pula dari hasil studi ohio state khususnya dimensi pemberian perhatian ( consideration ) pada para bawahan yang akan memperluas pandangan kelompok terhadap kepemimpinan
Teori Situasional ( Contigency )
Setelah baik pendekatan sifat maupun kelompok terbukti tidak memadai untuk mengukap teori kepemimpinan yang menyeluruh perhatian dialihkan pada aspek-aspek situasional kepemimpinan dimulai pada tahun 194-an,Fred telah mengajukan sebuah model dasar situasional bagi efektivitas kepemimpinan yang dikenal sebagai contigency model of leadrship effectiveness,motivasi model ini menjelaskan hubungan ini menjelaskan hubungan antara gaya kepemimpinan dan situasi yang menguntungkan atau menyenangkan .
Penemuan Fiedler menunjukkan bahwa dalam situasi yang sangat menguntungkan atau sangat tidak menguntungkan ,tipe pemimpin yang berorientasi pada tugas atau pekerjaan ( task directed atau hard hosed ) adalah sifat efektif ,tetapi bila situasi yang menuntungkan atau tidak meengutunggkan hanya moderat ( terletak pada range tengah ) tipe pemimpin hubungan manusiawi atau yang toleran dan lunak (“lenient”) akan sangat efektif.
Teori Path – Goal
Telah diakui secaral luas bahwa teori kepemimpinan dikembangkan dengan mempergunakan kerangka dasar teori motivasi.teori Path –Goal ini menganalisa pengaruh(dampak )
Kepemimpianan (terutama perilaku pemimpin) terhadap motivasi bawahan ,kepuasan dan pelaksanaan kerja . teori ini memasukkan empat tipe atau gaya poko perilaku pemimpin yaitu :
1. Kepemimpinan Direktif ( directive leadership ), disini tidak ada partisipasi oleh bawahan ( pemimpin yang otokratis ) hasil penemuan menyatakan bahwa gaya kepemimpinan direktif pekerjaan mendua ( ambigous ) ,dan mempunyai hubungan yang negatif dengan kepuasan harapan bawahan yang melakukan tugas – tugas jelas.
2. Kepemimpinan Suportif ( suportive leadership ),pemimpin yang selalu bersedia menjelaskan sebagai teman ,mudah didekati dan menunjukkan diri sebagai orang sejati bagi bawahan .
3. Kepemimpinan Partisipatif ( particivative leadership ),Pemimpin meminta dan mengunakan saran – saran bawahan ,tetapi masih membuat keputusan.
4. Kepemimpinan Orientasi-Prestasi ( achivement-oriented leadership ),pemimpin mengajukan tantangan – tantangan dengan tujuan yang menarik bagi bawahan dan merangsang bawahan untuk mencapai tujuan tersebut serta melaksanakannya dengan baik.
Jadi gaya – gay kepemimpinan ini dapat dipergunakan oleh pemimpin yang sama dalam berbagai situasi yang berbeda ,baik model Fiedler maupun teori Path-Gosl memasukkan tiga variabel penting dalam kepemimpinan yaitu : pemimpin,kelompok dan situasi.
Kepemimpinan Sebagai Sistem Pengaruh
Model sistem pengaruh ini dapat memperjelas betapa kompleksnya teori kepemimpinan modren.kelompok mempengaruhi pemimppin dan situasi ,situasi mempengaruhi pemimpin dan kelompok ,tiap – tiap subsistem mempengaruhi dan dipengaruhi oleh subsistem yang lain ,model sistem pengaruh ini tampaknya merupakan model yang secara aling akurat menguraikan apa itu proses kepemimpinan .
Gaya –Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan adalah suatu cara pemimpin untuk mempengaruhi bawahnya ,secara relatif ada tiga macam gay kepemimpinan yang berbeda yaitu otokratis demokratis atau partisipatif dan laises faire yang semuanya pasti mempunyai kelemahan –kelemahan dan keuntunganya.
Perbedaan gaya kepemimpinan dalam organisasi akan mempunyai pengaruh yang berbeda pula pada partisipasi individu dan perilaku kelompok ,sebagai contoh ,partisipasi dalam pengambilan keputusan pada gaya kepemimpinan demokratis akan mempunyai dampak pada peningkatan hubungan manajer dengan bawahan.
Kepemimpinan otokratis lebih banyak menghadapi masalah pemberian perintah kepada bawahanmkepemimpinan demokratis cenderung mengikuti pertukaran pendapat antara orang-orang yang terlibat.
Implikasi –Implikasi Gaya Dari berbagai Studi Klasi dan Teori – Teori Modern
Seperi telah disebutkan ,terminologi “gaya”secara kasar berarti atau ekuivalen dengan perilaku pemimpin ,hal ini merupakan cara dengan mana pemimpin mempengaruhi para bawahanya ,studi Hawthorne diinpertasikan dalam istilah gaya pengawasan ,dan teori X dari Douglas McGregor mencerminkan gaya otokratis dan teori Y nya menunjukkan gaya kepemimpinan humanistik ,Studi Ohio State mendefenisikan perhatian ( tipe gaya suportif ) dan struktur pengambilan inisiatif ( tipe gaya direktif) yang menjadi fungsi-fungsi kepemimpinan utama.
Berbagai macam gaya yang telah dibahas sejauh ini dapat digabungkan menjadi suatu rangkaian kesatuan sebagai berikut:
Terpusatkan pada atasan Terpusatkan padabawahan
( boss – centered ) ( subordinate-centered )
Teori X <> Teori Y
Otokratis <> Demokratis
Orientasi Produksi <> Orientasi Karyawan
Tertutup <> Umum
Struktur Pengambilan
Inisiatif <> Perhatian
Orientasi-Tugas <> Hubungan Manusiawi
Direktif <> Suportif
Direktif <> Partisipatif
Gaya – Gaya Managerial Gird
Managerial grid,yang dikemukakan oleh Robert R,Blake dan Jane S.Munton.gambar menunjukan bahwa dua dimensi jaringan (gird) adalah perhatian terhadap karyawan sepanjang aksis vertikal dan perhatian terhadap produksi sepanjang horizontal.
Lima gaya dasar yang didefenisikan dalam jaringan menunjukkan berbagai macam kombinasi perhatian terhadap karyawan dan produksi.
Model Tiga Dimesional Reddin
Jaringan Blake dan Mouton mengindentifikasikan gaya seseorang manajer ,tetapi tidak secara langsung berkaitan dengan efektivitas Wiliam J.Reddin ,seseorang professor dan konsultan kanada ,telah menambahkan dimensi ketiga atau efektivitas pada modelnya ,disamping memasukkan dimensi efektivitas
Hal penting yang dikemukakan Reddin adalah bahwa setiap gayabtersebut dapat efektif atau tidak tergantng pada situasi ,empat gaya pada kanan atas adalah efektif dan tempat gaya pada kiri bawah adalah tidak efektif ,secara ringkas ,kedelapan gaya ini dapat diuraikan sebagai berikut.
Gaya – Gaya Efektif
1. Eksekutif ( executive ), gaya ini memberikan perhatian besar baik terhadap tugas maupun karyawan ,Manajer yang mengunakkan gaya ini adalah seseorang motivator yang baik menetapkan standar tinggi ,menyadari perbedaan – perbedaan individu dan mempergunakan manajemen tim.
2. Pembangun ( developer ) ,gaya ini memberikan perhatian maksimum terhadap karyawan dan perhatian umum terhadap manajer.
3. Otokrat penuh kebajikan( benevolent autocrat ) gaya ini memberikan perhatian maksimum terhadap tugas dan perhatian minimum terhadap karyawan.
4. Birokrat ( bureaucrat ) ,gaya ini memberikan perhatian minimun baik terhadap tugas maupun karyawan.
Gaya – Gaya Tidak Efektif
1. Kompromis ( compromiser ) gaya ini memberikan perhatian besar baik terhadap tugas maupun karyawan dalam suatu situasi yang hanya memerlukan penekanan salah satu diantaranya Manajer dengan gaya ini adalah seorang pengambil keputusan yang lemah ;tekanan akan sangat mempengaruhinya.
2. Misionaris ( misionary ),gaya ini memberikan perhatian maksimum terhadap karyawan dan perhatian minimum terhadap tugas dimana perilaku seperti itu tidak cocok ,manajer ini terlalu baik hati atau lemah yang menilai keharmonisan sebagai hal penting.
3. Otokrat ( autocrat ),gaya ini memberikan perhatian maksimum terhadap tugas dan perhatian minimum terhadap karyawan dimana perilaku seperti itu tudak tetap.
4. Pelarian ( deserter ),gaya ini memberikan perhatian minimum terhadap tugas dan karyawan dalam situasi dimana perilaku seperti itu tudak sesuai.
Model Reddin ini telah menjadi teknik yang sangat populer untuk menyusun program-program latihan dan seminar-seminar pengembangan eksekutif pendekatan 3-D Reddin memadukan ketiga unsur dapat kepemimpinan ( pemimpin, kelompok ,dan situasi ) dan menekankan bahwa manajer harus mempunyai gaya adaptif mengarah ke tercapainnya efektifitas.
Empat Sistem Manajemen Likert
Baik pendekatan Blake dan Mouton maupun 3 –D Reddin merupakan pendekatan yang sangat deskriptif dan secara empirik kekurangan penelitian valid yang mendukungnya.empat sistem atau gaya dasr kepemimpinan organisaional secara ringkas ,keempat gaya tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Sistem 1 : Otokratik Eksploatif , Manajer mengambil semua keputusan yang berkitan dengan pekerjaan dan memerinyahkan dan biasanya mengeksploitasi bawahan untuk melaksanakannya.
2. Sistem 2 : Otokratik Penuh Kebaikan ,Manajer tetap menentukan perintah – perintah kerja ,tetapi bawahan diberi keleluasaan ( fleksibilitas )dalam pelaksanaan ya dengan suatu cara paternalistik.
3. Sistem 3 :Partisipatif ,Manajer mengunakkan gaya konsultatif manajer ini meminta masukkan dan menerima partsipatif dari bawahan tetatpi tetap menahan hak untuk membuat keputusan final.
4. Sistem 4 : Demokratik , Manajer memberikan berbagai pengarahan kepada bawahan tetapi kesempatan partisipasi totsl dan keputusan dibuat atas dasar konsensus dan prinsip mayoritas.
Untuk menyokong penelitian emperiknya tetntang gaya mana yang paling efektif ,Likert dan para koleganya meminta ribuan manajer untku mengambarkan gaya kepemimpinan mereka menurut variabel – variabel kepercayaan terhadap bawahan , perasaan kebebasan bawahan dan keterlibatan yang dikehendaki atasan.
Kebutuhan Fleksibilitas Gaya Kepemimpinan
Pembahasan tentang gaya kepemimpinan diatas seharusnya tidak membuat kita berpendapat bahwa seseorang individu yang menjadi pemimpin seharusnya berusaha menjaga gayanya secara konsistan dalam semua kegiatannya.
Manajer dapat mulai dengan memperkirakan sistem nilai dirinya dn menentukan gaya kepemimpinan umum yang dirasa cocok,kemudian dia menentukan dimana gaya kepemimpinan yang paling sesuai dengan dan dimana hal ini akan membutuhkan perubahan agar lebih efektif ,setelah dia mencapai hal ini ,dia membutuhkan praktek untuk melengkapi proses pendekatan flesibel ini.
Kamis, 12 Mei 2011
TUGAS SOFSKILL
Mengatasi Rendahnya Minat Baca di Indonesia
Juni 1, 2007 oleh writingsdy
SETIAP tanggal 17 Mei kita peringati sebagai Hari Buku Nasional. Memang, pamor momentum tersebut kalah jika dibandingkan dengan momentum lainnya, seperti Hari Pendidikan Nasional (2 Mei) atau Hari Kebangkitan Nasional (21 Mei). Itu disebabkan banyak faktor, salah satunya ialah karena buku dan aktivitas yang terkait dengannya, seperti membaca dan menulis, tidak begitu populer di kalangan masyarakat Indonesia. Benarkah?
Semasa penulis duduk di bangku sekolah, ada satu ungkapan menarik yang sering diungkapkan oleh guru-guru. Yaitu, ungkapan “membaca adalah kunci ilmu, sedangkan gudangnya ilmu adalah buku.” Sepintas ungkapan itu sederhana, namun di dalamnya terkandung makna penting. Bahwa membaca (iqra) ternyata merupakan perintah Allah Swt kepada seluruh umat manusia, sebagaimana tertuang dalam QS Al-Alaq [96] ayat 1-5.
Yakni, “Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajarkan (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” Dengan begitu, berkat membaca kelak kita bisa lebih mengenal Allah Swt. Tak hanya itu, kita juga bisa mengenal alam semesta dan diri sendiri.
Nah, bagaimana kondisi minat baca di Indonesia? Dengan berat hati kita katakan, minat baca masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Itu terlihat dari data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2006. Bahwa, masyarakat kita belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber utama mendapatkan informasi. Orang lebih memilih menonton TV (85,9%) dan/atau mendengarkan radio (40,3%) ketimbang membaca koran (23,5%) (www.bps.go.id).
Data lainnya, misalnya International Association for Evaluation of Educational (IEA). Tahun 1992, IAE melakukan riset tentang kemampuan membaca murid-murid sekolah dasar (SD) kelas IV 30 negara di dunia. Kesimpulan dari riset tersebut menyebutkan bahwa Indonesia menempatkan urutan ke-29. Angka-angka itu menggambarkan betapa rendahnya minat baca masyarakat Indonesia, khususnya anak-anak SD.
Padahal, jika dikaitkan dengan perintah Allah Swt di atas, seharusnya bangsa Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam mampu melakukan aktivitas membaca. Apa pasal? Sebab, aktivitas membaca merupakan suatu perintah dari Allah Swt melalui Alquran. Jadi, aktivitas membaca bisa dianggap sebuah kewajiban bagi setiap manusia. Hanya saja, dalam realitasnya aktivitas tersebut tidak gampang diwujudkan.
Ada banyak faktor yang menyebabkan kemampuan membaca anak-anak Indonesia tergolong rendah. Pertama, ketiadaan sarana dan prasarana, khususnya perpustakaan dengan buku-buku yang bermutu dan memadai. Bisa dibayangkan, bagaimana aktivitas membaca anak-anak kita tanpa adanya buku-buku bermutu. Untuk itulah, ketiadaan sarana dan prasarana, khususnya perpustakaan dengan buku-buku bermutu menjadi suatu keniscayaan bagi kita.
Dengan kata lain, ketersediaan bahan bacaan memungkinkan tiap orang dan/atau anak-anak untuk memilih apa yang sesuai dengan minat dan kepentingannya. Dari situlah, tumbuh harapan bahwa masyarakat kita akan semakin mencintai bahan bacaan. Implikasinya, taraf kecerdasan masyarakat akan kian meningkat; dan oleh karena itu isyarat baik bagi sebuah kerja perbaikan mutu perikehidupan suatu masyarakat.
Kedua, banyaknya keluarga di Indonesia yang belum mentradisikan kegiatan membaca. Padahal, jika ingin menciptakan anak-anak yang memiliki pikiran luas dan baik akhlaknya, mau tidak mau kegiatan membaca perlu ditanamkan sejak dini. Bahkan, Fauzil Adhim dalam bukunya Membuat Anak Gila Membaca (2007) mengatakan, bahwa semestinya memperkenalkan membaca kepada anak-anak sejak usia 0-2 tahun. Apa pasal?
Sebab, pada masa 0-2 tahun perkembangan otak anak amat pesat (80% kapasitas otak manusia dibentuk pada periode dua tahun pertama) dan amat reseptif (gampang menyerap apa saja dengan memori yang kuat). Bila sejak usia 0-2 tahun sudah dikenalkan dengan membaca, kelak mereka akan memiliki minat baca yang tinggi. Dalam menyerap informasi baru, mereka akan lebih enjoy membaca buku ketimbang menonton TV atau mendengarkan radio.
Namun, apa sajakah usaha-usaha yang perlu dilakukan guna menumbuhkan minat baca anak-anak sejak dini? Dalam buku Make Everything Well, khusus bab “Menciptakan Keluarga Sukses” (2005), Mustofa W Hasyim menganjurkan agar tiap keluarga memiliki perpustakaan keluarga. Sehingga perpustakaan bisa dijadikan sebagai tempat yang menyenangkan ketika ngumpul bersama istri dan anak-anak.
Di samping itu, orangtua juga perlu menetapkan jam wajib baca. Tiap anggota keluarga, baik orangtua maupun anak-anak diminta untuk mematuhinya. Di tengah kesibukan di luar rumah, semestinya orangtua menyisihkan waktunya untuk membaca buku, atau sekadar menemani anak-anaknya membaca buku. Dengan begitu, anak-anak akan mendapatkan contoh teladan dari kedua orang tuanya secara langsung.
Sedangkan di tingkat sekolah, rendahnya minat baca anak-anak bisa diatasi dengan perbaikan perpustakaan sekolah. Seharusnya, pihak sekolah, khususnya Kepala Sekolah bisa lebih bertanggung jawab atas kondisi perpustakaan yang selama ini cenderung memprihatinkan. Padahal, perpustakaan sekolah merupakan sumber belajar yang sangat penting bagi siswanya. Dengan begitu, masalah rendahnya minat baca akan teratasi.
Selanjutnya, pemerintah daerah dan pusat bisa juga menggalakkan program perpustakaan keliling atau perpustakaan menetap di daerah-daerah. Sementara soal penempatannya, pemerintah bisa berkoordinasi dengan pengelola RT/RW atau pusat-pusat kegiatan masyarakat desa (PKMD). Semakin besar peluang masyarakat untuk membaca melalui fasilitas yang tersebar, semakin besar pula stimulasi membaca sesama warga masyarakat. Semoga
Juni 1, 2007 oleh writingsdy
SETIAP tanggal 17 Mei kita peringati sebagai Hari Buku Nasional. Memang, pamor momentum tersebut kalah jika dibandingkan dengan momentum lainnya, seperti Hari Pendidikan Nasional (2 Mei) atau Hari Kebangkitan Nasional (21 Mei). Itu disebabkan banyak faktor, salah satunya ialah karena buku dan aktivitas yang terkait dengannya, seperti membaca dan menulis, tidak begitu populer di kalangan masyarakat Indonesia. Benarkah?
Semasa penulis duduk di bangku sekolah, ada satu ungkapan menarik yang sering diungkapkan oleh guru-guru. Yaitu, ungkapan “membaca adalah kunci ilmu, sedangkan gudangnya ilmu adalah buku.” Sepintas ungkapan itu sederhana, namun di dalamnya terkandung makna penting. Bahwa membaca (iqra) ternyata merupakan perintah Allah Swt kepada seluruh umat manusia, sebagaimana tertuang dalam QS Al-Alaq [96] ayat 1-5.
Yakni, “Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajarkan (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” Dengan begitu, berkat membaca kelak kita bisa lebih mengenal Allah Swt. Tak hanya itu, kita juga bisa mengenal alam semesta dan diri sendiri.
Nah, bagaimana kondisi minat baca di Indonesia? Dengan berat hati kita katakan, minat baca masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Itu terlihat dari data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2006. Bahwa, masyarakat kita belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber utama mendapatkan informasi. Orang lebih memilih menonton TV (85,9%) dan/atau mendengarkan radio (40,3%) ketimbang membaca koran (23,5%) (www.bps.go.id).
Data lainnya, misalnya International Association for Evaluation of Educational (IEA). Tahun 1992, IAE melakukan riset tentang kemampuan membaca murid-murid sekolah dasar (SD) kelas IV 30 negara di dunia. Kesimpulan dari riset tersebut menyebutkan bahwa Indonesia menempatkan urutan ke-29. Angka-angka itu menggambarkan betapa rendahnya minat baca masyarakat Indonesia, khususnya anak-anak SD.
Padahal, jika dikaitkan dengan perintah Allah Swt di atas, seharusnya bangsa Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam mampu melakukan aktivitas membaca. Apa pasal? Sebab, aktivitas membaca merupakan suatu perintah dari Allah Swt melalui Alquran. Jadi, aktivitas membaca bisa dianggap sebuah kewajiban bagi setiap manusia. Hanya saja, dalam realitasnya aktivitas tersebut tidak gampang diwujudkan.
Ada banyak faktor yang menyebabkan kemampuan membaca anak-anak Indonesia tergolong rendah. Pertama, ketiadaan sarana dan prasarana, khususnya perpustakaan dengan buku-buku yang bermutu dan memadai. Bisa dibayangkan, bagaimana aktivitas membaca anak-anak kita tanpa adanya buku-buku bermutu. Untuk itulah, ketiadaan sarana dan prasarana, khususnya perpustakaan dengan buku-buku bermutu menjadi suatu keniscayaan bagi kita.
Dengan kata lain, ketersediaan bahan bacaan memungkinkan tiap orang dan/atau anak-anak untuk memilih apa yang sesuai dengan minat dan kepentingannya. Dari situlah, tumbuh harapan bahwa masyarakat kita akan semakin mencintai bahan bacaan. Implikasinya, taraf kecerdasan masyarakat akan kian meningkat; dan oleh karena itu isyarat baik bagi sebuah kerja perbaikan mutu perikehidupan suatu masyarakat.
Kedua, banyaknya keluarga di Indonesia yang belum mentradisikan kegiatan membaca. Padahal, jika ingin menciptakan anak-anak yang memiliki pikiran luas dan baik akhlaknya, mau tidak mau kegiatan membaca perlu ditanamkan sejak dini. Bahkan, Fauzil Adhim dalam bukunya Membuat Anak Gila Membaca (2007) mengatakan, bahwa semestinya memperkenalkan membaca kepada anak-anak sejak usia 0-2 tahun. Apa pasal?
Sebab, pada masa 0-2 tahun perkembangan otak anak amat pesat (80% kapasitas otak manusia dibentuk pada periode dua tahun pertama) dan amat reseptif (gampang menyerap apa saja dengan memori yang kuat). Bila sejak usia 0-2 tahun sudah dikenalkan dengan membaca, kelak mereka akan memiliki minat baca yang tinggi. Dalam menyerap informasi baru, mereka akan lebih enjoy membaca buku ketimbang menonton TV atau mendengarkan radio.
Namun, apa sajakah usaha-usaha yang perlu dilakukan guna menumbuhkan minat baca anak-anak sejak dini? Dalam buku Make Everything Well, khusus bab “Menciptakan Keluarga Sukses” (2005), Mustofa W Hasyim menganjurkan agar tiap keluarga memiliki perpustakaan keluarga. Sehingga perpustakaan bisa dijadikan sebagai tempat yang menyenangkan ketika ngumpul bersama istri dan anak-anak.
Di samping itu, orangtua juga perlu menetapkan jam wajib baca. Tiap anggota keluarga, baik orangtua maupun anak-anak diminta untuk mematuhinya. Di tengah kesibukan di luar rumah, semestinya orangtua menyisihkan waktunya untuk membaca buku, atau sekadar menemani anak-anaknya membaca buku. Dengan begitu, anak-anak akan mendapatkan contoh teladan dari kedua orang tuanya secara langsung.
Sedangkan di tingkat sekolah, rendahnya minat baca anak-anak bisa diatasi dengan perbaikan perpustakaan sekolah. Seharusnya, pihak sekolah, khususnya Kepala Sekolah bisa lebih bertanggung jawab atas kondisi perpustakaan yang selama ini cenderung memprihatinkan. Padahal, perpustakaan sekolah merupakan sumber belajar yang sangat penting bagi siswanya. Dengan begitu, masalah rendahnya minat baca akan teratasi.
Selanjutnya, pemerintah daerah dan pusat bisa juga menggalakkan program perpustakaan keliling atau perpustakaan menetap di daerah-daerah. Sementara soal penempatannya, pemerintah bisa berkoordinasi dengan pengelola RT/RW atau pusat-pusat kegiatan masyarakat desa (PKMD). Semakin besar peluang masyarakat untuk membaca melalui fasilitas yang tersebar, semakin besar pula stimulasi membaca sesama warga masyarakat. Semoga
Langganan:
Postingan (Atom)