Sejarah Nusantara
Wilayah utama daratan Nusantara terbentuk dari dua ujung Superbenua Pangaea di Era Mesozoikum
(250 juta tahun yang lalu), namun bagian dari lempeng benua yang berbeda.
Dua bagian ini bergerak mendekat akibat pergerakan lempengnya, sehingga di saat
Zaman Es
terakhir telah terbentuk selat besar di antara Paparan
Sunda di barat dan Paparan Sahul di timur. Pulau
Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya mengisi ruang di antara dua bagian
benua yang berseberangan. Kepulauan antara ini oleh para ahli biologi sekarang
disebut sebagai Wallacea,
suatu kawasan yang memiliki distribusi fauna yang unik. Situasi geologi dan
geografi ini berimplikasi pada aspek topografi, iklim, kesuburan
tanah, sebaran makhluk hidup (khususnya tumbuhan dan hewan), serta
migrasi manusia di wilayah ini.
Bagian pertemuan Lempeng Eurasia di barat, Lempeng Indo-Australia di selatan, dan Lempeng
Pasifik di timur laut menjadi daerah vulkanik
aktif yang memberi kekayaan mineral bagi tanah di sekitarnya sehingga sangat baik bagi pertanian,
namun juga rawan gempa bumi. Pertemuan lempeng benua ini juga mengangkat
sebagian dasar laut ke atas mengakibatkan adanya formasi perbukitan karst yang
kaya gua di sejumlah
tempat. Fosil-fosil hewan laut ditemukan di kawasan ini.
Nusantara terletak di daerah tropika, yang
berarti memiliki laut hangat dan mendapat penyinaran cahaya matahari
terus-menerus sepanjang tahun dengan intensitas tinggi. Situasi ini mendorong
terbentuknya ekosistem yang kaya keanekaragaman makhluk hidup, baik tumbuhan
maupun hewan. Lautnya hangat dan menjadi titik pertemuan dua samudera besar.
Selat di antara dua bagian benua (Wallacea) merupakan bagian dari arus laut
dari Samudera Hindia ke Samudera
Pasifik yang kaya sumberdaya laut. Terumbu
karang di wilayah ini merupakan tempat dengan keanekaragaman hayati sangat
tinggi. Kekayaan alam di darat dan laut mewarnai kultur awal masyarakat
penghuninya. Banyak di antara penduduk asli yang hidup mengandalkan pada
kekayaan laut dan membuat mereka memahami navigasi pelayaran dasar, dan kelak
membantu dalam penghunian wilayah Pasifik (Oseania).
Benua Australia dan perairan Samudera Hindia dan Pasifik di sisi lain
memberikan faktor variasi iklim tahunan yang penting. Nusantara dipengaruhi
oleh sistem muson dengan akibat banyak tempat yang mengalami perbedaan
ketersediaan air dalam setahun. Sebagian besar wilayah mengenal musim kemarau
dan musim penghujan. Bagi pelaut dikenal angin barat (terjadi pada musim
penghujan) dan angin timur. Pada era perdagangan antarpulau yang mengandalkan
kapal berlayar,
pola angin ini sangat penting dalam penjadwalan perdagangan.
Dari sudut persebaran makhluk hidup, wilayah ini merupakan titik pertemuan
dua provinsi flora dan tipe fauna yang berbeda, sebagai akibat proses evolusi
yang berjalan terpisah, namun kemudian bertemu. Wilayah bagian Paparan Sunda,
yang selalu tidak jauh dari ekuator, memiliki fauna tipe Eurasia, sedangkan
wilayah bagian Paparan Sahul di timur memiliki fauna tipe Australia. Kawasan
Wallacea membentuk "jembatan" bagi percampuran dua tipe ini, namun
karena agak terisolasi ia memiliki tipe yang khas. Hal ini disadari oleh
sejumlah sarjana dari abad ke-19, seperti Alfred
Wallace, Max Carl Wilhelm Weber, dan Richard Lydecker. Berbeda
dengan fauna, sebaran flora (tumbuhan) di wilayah ini lebih tercampur, bahkan
membentuk suatu provinsi flora yang khas, berbeda dari tipe di India dan Asia
Timur maupun kawasan kering Australia, yang dinamakan oleh botaniwan sebagai Malesia. Migrasi
manusia kemudian mendorong persebaran flora di daerah ini lebih jauh dan juga
masuknya tumbuhan dan hewan asing dari daratan Eurasia, Amerika, dan Afrika
pada masa sejarah.
Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungan sekitarnya berdasarkan ide nasionalnya yang berlandaskan pancasila dan UUD 1945 (Undang-Undang Dasar 1945) yang merupakan aspirasi bangsa Indonesia yang merdeka, berdaulat, bermartabat serta menjiawai tata hidup dalam mencapai tujuan perjuangan nasional.
Wawasan Nusantara telah diterima dan disahkan sebagai konsepsi politik
kewarganegaraan yang termaktub / tercantum dalam dasar-dasar berikut ini :
- Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1973 tanggal 22 maret 1973
- TAP MPR Nomor IV/MPR/1978 tanggal 22 maret 1978 tentang GBHN
- TAP MPR nomor II/MPR/1983 tanggal 12 Maret 1983
- TAP MPR Nomor IV/MPR/1978 tanggal 22 maret 1978 tentang GBHN
- TAP MPR nomor II/MPR/1983 tanggal 12 Maret 1983
Ruang lingkup dan cakupan wawasan nusantara dalam TAP MPR '83 dalam mencapat
tujuan pembangunan nasionsal :
- Kesatuan Politik
- Kesatuan Ekonomi
- Kesatuan Sosial Budaya
- Kesatuan Pertahanan Keamanan
- Kesatuan Ekonomi
- Kesatuan Sosial Budaya
- Kesatuan Pertahanan Keamanan
Nusantara
merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan wilayah kepulauan
yang membentang dari Sumatera sampai Papua. Kata ini tercatat pertama kali dalam literatur berbahasa Jawa
Pertengahan (abad ke-12 hingga ke-16) untuk menggambarkan konsep kenegaraan
yang dianut Majapahit.
Setelah sempat terlupakan, pada awal abad ke-20 istilah ini dihidupkan kembali
oleh Ki Hajar Dewantara[1]
sebagai salah satu nama alternatif untuk negara merdeka pelanjut Hindia-Belanda
yang belum terwujud. Ketika penggunaan nama "Indonesia"
(berarti Kepulauan Hindia) disetujui untuk dipakai untuk ide itu, kata
Nusantara tetap dipakai sebagai sinonim untuk kepulauan Indonesia. Pengertian
ini sampai sekarang dipakai di Indonesia. Akibat perkembangan politik
selanjutnya, istilah ini kemudian dipakai pula untuk menggambarkan kesatuan geografi-antropologi
kepulauan yang terletak di antara benua Asia dan Australia,
termasuk Semenanjung Malaya namun biasanya tidak mencakup
Filipina.
Dalam pengertian terakhir ini, Nusantara merupakan padanan bagi Kepulauan
Melayu (Malay Archipelago), suatu istilah yang populer pada akhir
abad ke-19 sampai awal abad ke-20, terutama dalam literatur berbahasa
Inggris.
http://organisasi.org/pengertian_arti_definisi_wawasan_nusantara_yang_merupakan_cara_pandang_bangsa_indonesia_belajar_ilmu_ppkn_pmp_di_internet
Tidak ada komentar:
Posting Komentar